Minggu, 01 Maret 2009

VPeVildagliptin sebagai Penghambat DPP-4: Profil Farmakologik dan Penggunaan secara Klinis(John R. White, Jr,. PA, PharmD)

 

10,5 tahun yang lalu, pilihan oral anti hiperglikemik untuk penderita, banyak diperdebatkan. Sulfonilurea (SU) merupakan satu-satunya golongan yang pada waktu itu ada, dan dari golongan inipun efikasi, efek sampingnya berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Situasi saat ini lebih mengutamakan evaluasi pengobatan dari berbagai kategori, dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda. Para dokter harus lebih memikirkan untuk memberikan OAD, baik golongan Sulfonilurea (SU), Biguanida (Metformin), Penghambat glukosidase alpha (AGI/Alpha Glucosidase Inhibitor), Meglitinid, Thiazolidindion (TZD), Resin asam empedu (BAR/Bile Acide Resin), atau Penghambat DPP-4. Disamping itu juga ada beberapa sediaan dalam bentuk injeksi, yang digunakan untuk mengatasi hiperglikemia. Artikel ini memberikan pandangan mengenai sistim ensim DPP-4, beserta farmakologi dan penggunaan klinis dari Penghambat DPP-4.

Hormon Inkretin dan DPP-4

Begitu banyak didiskusikan mengenai DPP-4 dan penghambat DPP-4, dan hal ini tidak lengkap bila tidak membahas mengenai hormon inkretin endogen yaitu: GLP-1 (Glucagon-like peptide-1) dan GIP (Glucose-dependent insulinotropic Polypeptide). Kedua hormon ini (GLP-1 dan GIP) dikeluarkan oleh sel L (GLP-1) dan sel K (GIP) yang berada di saluran pencernaan. GLP-1 dan GIP dikeluarkan bila ada stimulasi (perangsangan) glukosa intraluminal (glukosa di dalam usus). Baik GLP-1 maupun GIP akan mengakibatkan peningkatan sekresi insulin, karena kedua hormone ini dikeluarkan berdasarkan glucose-dependent. GLP-1 juga berkontribusi untuk menjaga homeostasis (keseimbangan) glukosa, melalui efeknya terhadap biosintesa (pembentukan) insulin, dan penghambatan pelepasan glukagon.

 

GLP-1 akan menstimulasi (merangsang) sekresi (dikeluarkannya) insulin hanya bila dalam kondisi hiperglikemi. Dalam hal ini GLP-1 memiliki risiko minimal terhadap hipoglikemia. Jadi GLP-1 merupakan molekul yang bersifat sebagai anti hiperglikemia. GLP-1 juga berkaitan dengan kenyamanan, karena GLP-1 bersifat menurunkan pengosongan lambung. Penderita dengan DM tipe 2, memiliki kadar GLP-1 yang rendah, tetapi tetap memiliki kemapuan untuk menjalankan fungsinya. Jadi sangatlah mungkin memperbaiki kontrol glikemik, dengan cara pemberian GLP-1 dari luar.

Sangat disayangkan, karena kondisi fisiologis, GLP-1 dan GIP sangat cepat di non-aktifkan oleh ensim DPP-4. Akibatnya GLP-1 dan GIP tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Untuk itu dibuatlah molekul yang dapat menurunkan degradasi (pembongkaran) oleh DPP-4, sehingga efek dari GLP-1 bisa tetap berfungsi. Ada 1 jenis obat yang mengandung GLP-1, yang disebut dengan golongan GLP-1 analog (berisi Exenatide). Obat ini sudah ada di pasar Amerika. Dan obat lain dari golongan GLP-1 analog, yaitu yang mengandung Liraglutide, sampai saat ini masih diteliti (penelitian baru sampai fase lll.

Selain GLP-1 analog, ada molekul lain yang dapat menghambat aktifitas DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat memperpanjang aktifitas kerja dari GLP-1 endogen, dan hal ini sangat menarik. GLP-1 analog merupakan struktur protein (molekulnya besar), dan umumnya permberian secara injeksi. Sama seperti exenatide, juga diberikan secara injeksi. Dalam hal ini Obat Penghambat DPP-4, dibentuk dari molekul yang lebih kecil, sehingga dapat diabsorpsi (diserap) dari saluran gastro intestinal. Jadi Obat Penghambat DPP-4 dapat dibuat dalam bentuk tablet, dan diberikan secara oral. Obat penghambat DPP-4 yang mengandung Sitagliptin, dengan nama Januvia sudah ada di pasar OAD. Januvia sudah di approve oleh FDA (Food Drug Administration). Ada lagi golongan Penghambat DPP-4 yaitu: Vildagliptin (juga sudah ada di pasar OAD), Saxagliptin, Alogliptin dan Denagliptin. Saxagliptin, Alogliptin dan Denagliptin saat ini masih dalam pengembangan, belum ada di pasar OAD. Penghambat DPP-4 merupakan golongan OAD baru yang saat ini sangat diperhitungkan sebagai pilihan OAD untuk terapi hiperglikemia.

Efek Penghambat DPP-4

Berdasarkan system kerja ensim DPP-4, penghambatan DPP-4 ini akan meningkatkan kadar GLP-1, dan akan memiliki efek sebagai antihiperglikemik. Efek ini telah dibuktikan baik pada binatang maupun pada hewan. Penelitian pada binatang (tikus gemuk yang diabetes), dilakukan untuk mengevaluasi peranan dari Penghambat DPP-4, dan terbukti:

Ø   Memperbaiki toleransi glukosa

Ø  Meningkatkan sekresi insulin

Ø  Memperlambat kejadian diabetes berat.

Penelitian binatang ini telah membuktikan bahwa Penghambat DPP-4, memperbaiki sensitifitas insulin juga, dan dapat menurunkan toksisitas glukosa. Hal ini telah dibuktikan dengan Penghambat DPP-4, dapat memperbaiki jumlah GLP-1 endogen, sehingga GLP-1 dapat merangsang sel beta pankreas. GLP-1 juga memiliki efek anti apoptosis terhadap sel beta pankreas, sehingga GLP-1 dapat menurunkan kematian sel beta pankreas.

Penghambat DPP-4 erat hubungannya dengan peningkatan jumlah sel beta pankreas, dan pembentukan baru (neogenesis) sel beta pankreas melalui streptozotocin. Jadi pada tikus gemuk yang diabetes tersebut telah terbukti bahwa: Jumlah sel beta pankreas menjadi banyak, dan sel beta yang sudah rusak dapat berfungsi kembali (neogenesis). Penelitian ini memang belum dicoba ke manusia. Tetapi tidak diragukan bahwa hal ini juga bermanfaat pada manusia, dan Penghambat DPP-4 merupakan golongan OAD baru yang berpotensi untuk mencegah DM tipe 2.

Obat Penghambat DPP-4 sangatlah inovatif,efek farmakologisnya dalam menghambat degradasi (kematian GLP-1). Manfaat penggunaan Penghambat DPP-4 adalah:

Ø  Menstimulasi (merangsang) sekresi insulin

Ø  Menghambat sekresi glukagon

Ø   Meningkatkan massa sel beta pankreas

Ø  Memperlambat pengosongan lambung

 Tabel 1 membandingkan efek GLP-1 endogen dan Penghambat DPP-4.

 

 

Diabetes Tipe 2

Efek GLP-1 endogen

Penghambat DPP-4

Gangguan sekresi insuin

Stimulasi insulin dengan mekanisme kerja Glucose-dependent (bergantung pada adanya glukosa)

Ya

Hiperglukagonemia

Menekan sekresi Glukagon

Ya

Penurunan massa sel beta pankreas

Meningkatkan sintesa pro-insulin (bakal insulin)

Ya

Jumlah kematian (apoptosis) sel beta meningkat

Menghambat apoptosis (kematian) sel beta

Ya

Pengosongan lambung menjadi cepat, menjadi lambat atau normal

Memperlambat pengosongan lambung

Tidak berpengaruh

Asupan energy berlebihan (hiperkalori) / obesitas

Menekan nafsu makan/ Menurunkan berat badan

Tidak berpengaruh terhadap nafsu makan. Berat badan tidak meningkat

 

Sitagliptin

Sitagliptin diluncurkan pada bulan Oktober 2006, dan menjadi Obat Penghambat DPP-4 pertama yang mendapatkan persetujuan FDA, untuk pengobatan DM tipe 2. Sitagliptin dalam bentuk tablet 100 mg (warna ‘beige’), 50 mg (warna ‘beige muda’) dan 25 mg (warna pink). Sitalgliptin juga ada dalam bentuk fix combination dengan Metformin dengan komposisi: Sitagliptin 50 mg + Metformin 500 mg, dan Sitagliptin 50 mg + Metformin 1,000 mg.

Dosis yang direkomendasikan untuk Sitagliptin adalah 100 mg per hari. Obat ini memiliki 3 kekuatan sbb:

Ø  Untuk penderita ginjal sedang sampai berat, dapat diberikan dosis rendah.

Ø  Fix combination Sitagliptin + Metformin: diberikan dengan dosis 2 kali sehari dengan makanan. Dosis diturunkan perlahan-lahan, untuk mengurangi efek samping gastro intestinal yang disebabkan dari Metformin.

Penelitian Klinis Sitagliptin

Penelitian klinis telah membuktikan bahwa Sitagliptin aman, dan efektif untuk menangani hiperglikemia pada DM tipe 2. Penelitian fase lll telah membuktikan bahwa Sitagliptin pada dosis 100 mg sehari dapat menurunkan HbA1c sebesar 0.79%, sedangkan dosis 200 mg sehari dapat menurunkan HbA1c sebesar 0.94% selama kurun waktu 24 minggu. Perbedaan ini secara statistic adalah signifikan, dibandingkan dengan placebo (p <>9.0% menunjukkan penurunan HbA1c yang lebih besar. Perbaikan kadar glukosa plasma puasa dan postprandial (2 jam sesudah makan) juga dilaporkan pada pemberian dengan Sitagliptin.

Penelitian lain dengan dosis harian 100 mg Sitagliptin, secara statistic terbukti signifikan. 0.65% penurunan HbA1c (p<0.001)>

Pemberian Sitagliptin dikombinasi dengan obat anti hiperglikemik lainnya juga telah diteliti. Ada 1 penelitian yang melibatkan 701 penderita dengan rata-rata HbA1c 8% (besarnya HbA1c berkisar 7-10%), yang dulunya diterapi dengan Metformin. Penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu: kelompok yang mendapatkan Sitagliptin 100 mg, dan kelompok yang hanya mendapat plasebo. Penelitian ini dilakukan selama 24 minggu. Kelompok yang mendapat placebo, tidak mengalami perubahan pada kadar HbA1c, sementara kelompok yang mendapatkan Sitagliptin + Metformin, HbA1c menurun sekitar 0.65% pada kurun waktu 24 minggu. Pada kelompok yang mendapatkan terapi kombinasi, 47% dari penderita dijumpai kadar HbA1c <7%,>

Satu penelitian yang mengevaluasi 353 penderita DM tipe 2, yang sebelumnya mendapatkan terapi dengan Pioglitazone. Kelompok l yang mendapat Sitagliptin 100 mg + Pioglitazone 30-45 mg. Kelompok ll adalah placebo + Pioglitazone 30-45 mg. Penelitian ini dilakukan selama 24 minggu. Rata-rata HbA1c yang dilaporkan pada penelitian ini adalah 8% (berkisar antara 7-10%). Rata-rata penurunan HbA1c pada kelompok l (Sitagliptin + Pioglitazone) adalah 0.7%. Dibandingkan dengan kelompok ll (plasebo + Pioglitazone) tidak signifikan.

Hal ini bisa disimpulkan bahwa: bukti bahwa Sitagliptin merupakan obat anti hiperglikemik yang efektif, baik untuk monoterapi maupun terapi kombinasi dengan metformin atau pioglitazone pada DM tipe 2. Disamping itu, perubahan HbA1c terlah terbukti, bahwa Sitagliptin memperbaiki HbA1c pada kadar glukoksa puasa maupun postprandial.

Efek samping, kontra indikasi dan peringatan pada Sitagliptin

Penderita yang mendapat monoterapi Sitagliptin atau kombinasi Sitagliptin + Metformin atau Sitagliptin + Pioglitazone memiliki insidens (kejadian) efek samping dan berhenti dari terapi. 3 Efek samping yang sering dilaporkan adalah:

Ø  Nasofaringitis: 5.2% pada kelompok Sitagliptin vs 3.3% pada kelompok plasebo.

Ø  Infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA): 6.3% pada kelompok Sitagliptin + Pioglitazone vs 3.4% pada kelompok pioglitazone.

Ø  Sakit kepala: 5.1% pada kelompok Sitagliptin + Pioglitazone vs 3.9% pada kelompok pioglitazone.

Di dalam informasi produk dilaporkan bahwa ada sedikit peningkatan sel darah putih (sekitar 200 sel/mikroliter) pada pasien yang diterapi degnan Sitagliptin vs placebo. Peningkatan ini aalah dari jumlah netrofil (salah satu bentuk sel darah putih). Menurut para peneliti, pengamatan ini secara klilnis adalah tidak signifikan.

Insidens (kejadian) yang dilaporkan adalah hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi pada penggunaan Sitagliptin (1.2% vs control 0.9%). Kejadian hipoglikemia dengan terapi Sitagliptin, bukan akibat dari penambahan terapi dengan Metformin atau Pioglitazone.

Sitagliptin pada kehamilan, tidak dianjurkan. Hal ini dikategorikan sebagai kategori B, dan tidak boleh digunakan pada wanita hamil, kecuali bila sangat diperlukan. Hal ini juga harus diperhatikan pada wanita yang menyusui. Sampai saat ini, hal ini belum diketahui pasti apakah Sitagliptin disekresi ke dalam air susu Ibu (ASI), dan efek untuk bayi yang dilahirkan juga belum diketahui pasti.

Keamanan dan efikasi pada penderita <>

Sitagliptin dikontra indikasikan untuk penderita DM tipe 1 maupun penderita DM tipe 2 yang mengalami ketoasidosis diabetes. Penderita dengan gangguan ginjal sedang, dapat diberikan Sitagliptin dengan dosis 50 mg/hari. Sitagliptin akan meningkatkan serum kreatinin (0.05 mg/dl), tetapi hal ini juga terjadi pada penderita gangguan ginjal yang mendapat plasebo.

Interaksi obat dan Farmakokinetik dari Sitagliptin.

Sitagliptin merupakan penghambat ensim. Penghambatan DPP-4 akan membuat aktifitas inkretin menjadi lebih panjang, yang akhirnya akan dapat mengeluarkan insulin, dan bersifat glucose-dependent. Sitagliptin memiliki afinitas penghambata DPP-4 > 2,600 kali lebih besar dibandingkan penghambatan ensim DPP-8 dan DPP-9. Sitagliptin tidak bersifat toksik.

Sitagliptin cepat diserap ke dalam darah (konsentrasi puncak adalah 1-4 jam) setelah pemberian oral, dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Penelitian klinis melaporkan bahwa tidak ada korelasi antara perubahan parameter farmakokinetik dari Sitagliptin terhadap usia, jenis kelamin, ras, maupun BMI (Index Massa Tubuh). Volume distribusi rata-rata adalah 198 liter setelah dosis tunggal Sitagliptin. Sitagliptin terikat pada plasma protein (38% terikat).

Sitagliptin 79% dikeluarkan melalui urin, melalui sekresi tubular aktif. T1/2 Sitagliptin adalah 12.4 jam setelah pemberian tunggal 100 mg pada orang sehat. Sitagliptin sangat sedikit diubah dalam metabolism di hati, terutama melalui sitokrom P450 3A4 dan 2C8. Farmakokinetik Sitagliptin telah diteliti pada penderita dengan gangguan hati sedang.

Karena terbatasnya metabolism Sitagliptin di hati, oleh sitokrom P450 dan esim 3A4 dan 2C8, maka tidak diperlukan penyesuaian dosis selama penelitian ini.

 

Sitagliptin terutama dieliminasi (dikeluarkan) melalui ginjal dalam bentuk yang tidak berubah. Penyesuaian dosis diperlukan pada penderita DM tipe 2 dengan gangguan ginjal sedang sampai berat. Dosisnya adalah 50 mg/hari bila klirens kreatinin > 30 sampai < 50 ml/menit. Dosis Sitagliptin 25 mg direkomendasikan pada penderita dengan klirens kreatinin <>

Dosis dan indikasi Sitagliptin.

Sitagliptin ada dalam bentuk tablet 25 mg, 50 mg dan 100 mg. Sitagliptin diindikasikan sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dalam penanganan hiperglikemia pada penderita DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 dengan fungsi ginjal yang normal, dosisnya 100 mg sehari. Pasien dengan klirens kreatinin > 30 sampai <>

Vildagliptin

Vildagliptin merupakan Penghambat DPP-4 ke 2 setelah Sitagliptin. Proses persetujuan FDA saat ini adalah dalam tahap penambahan data keamanan.

Studi Klinis Vildagliptin

Vildagliptin telah diteliti, dan dianjurkan untuk pengobatan DM tipe 2, baik sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan Metformin, Pioglitazone atau insulin. Dan telah terbukti dapat memperbaiki kontrol glukosa darah pada penderita DM tipe 2. Penderita yang diterapi dengan Vildagliptin monoterapi 100 mg/hari, selama 24 minggu, penurunan HbA1c nya sebesar 1.1% dari HbA1c awal 8.7% pada 1,301 orang (p<>

Terbukti bahwa terapi Vildagliptin + Metformin, penderita mencapai HbA1c 7% (kadar awal HbA1c adalah 7.6 – 7.8%). Dari total pasien, 41.7% mencapai target penurunan HbA1c. Sedangkan pada kelompok Metformin + plasebo, hanya 7% yang mencapai HbA1c 7%. Penelitian ini dilakukan selama 24 minggu.

Vildagliptin juga terbukti efektif bila diberikan bersama dengan Pioglitazone. Kelompok l diterapi Vildagliptin 50 mg/hari + Pioglitazone 15 mg/hari, dapat menurunkan HbA1c sebesar 1.7%. Kelompok ll diberikan Vildagliptin 100 mg/hari + Pioglitazone 30 mg, dapat menurunkan HbA1c sebesar 1.9%. Kelompok lll diberikan monoterapi Pioglitazone 30 mg, penurunan HbA1c sebesar 1.4%. Penelitian ini dilakukan selama 24 minggu.

Ada lagi penelitian Vildagliptin yang melibatkan 256 penderita DM tipe 2 yang tidak dapat lagi dikontrol dengan insulin. Hal ini membuktikan bahwa Vildagliptin memperbaiki kontrol glikemik. Penderita yang mendapat Vildagliptin 2 x 50 mg + Insulin, HbA1c dapat menurun 0.5%, sedangkan kelompok plasebo hanya menurun sebesar 0.2% (p=0.022) setelah terapi 24 minggu.

Kesimpulan dari penelitian Vildagliptin: Vildagliptin sangat bermanfaat untuk mengatur hiperglikemia pada penderita DM tipe 2 sebagai monoterapi, maupun kombinasi dengan metformin, pioglitazone atau insulin.

 

 

Efek samping, Kontra indikasi dan Perhatian untuk Vildagliptin.

Efek tidak diinginkan yang dilaporkan adalah sangat sedikit sekali, baik sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi. Dan tidak dijumpai kematian pada setiap studi Vildagliptin.

Efek yang paling sering terjadi adalah nasofaringitis sedang, sakit kepala, dan pusing. Efek hipoglikemia sangat sedikit dijumpai, baik sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi dengan anti hiperglikemik lainnya.

Farmakokinetik dan Interaksi obat Vildagliptin.

Vildagliptin tidak berefek pada usia, jenis kelamin, dan BMI (Index massa tubuh). Jadi tidak diperlukan penyesuaian dosis pada ke 3 faktor di atas. Vildagliptin cepat diserap ke dalam darah. Konsentrasi maksimal adalah 1-2 jam setelah pemberian oral. Bioavailabilitas hampir sama dengan Sitagliptin, yaitu 85%. Steady stade (tetap berada dalam darah dengan kadar yang stabil) adalah 70.5 liter.

Vildagliptin dihidrolisa menjadi metabolit yang tidak aktif. Vildagliptin terutama diekskresi (dikeluarkan) melalui urin (85%), dan 15% melalui faeces (tinja). T1/2 Vildagliptin yang dilaporkan adalah 1.68 – 2.54 jam. Vildagliptin tidak menghambat sitokrom P450. T1/2 tidak berdampak negatif pada penderita gangguan hati. Tidak dilaporkan adanya interaksi obat pada penggunaan dengan Vildagliptin. 

galvus(vildagliptin)


Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia (tingginya kadar glukosa dalam darah). Diabetes melitus dapat mengakibatkan kerusakan pada beberapa organ tubuh seperti: mata, syaraf, ginjal, dan juga berkontribusi untuk berkembangnya proses penyakit aterosklerosis yang akan berefek pada gangguan jantung, otak dan organ lain dalam tubuh. Prevalensi diabetes melitus di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup besar. Di tahun 2003, prevalensi di daerah urban sebesar 14.7% (8.2 juta jiwa), sedangkan di daerah rural 7.2% (5.5 juta jiwa) dibandingkan dengan total populasi di atas usia 20 tahun. Jadi total prevalensi sebesar 13.8 juta jiwa.

World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan pasien diabetes di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. (Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus 2006). Berdasarkan data IDF (International Diabetes Federation) tahun 2002, Indonesia merupakan negara ke-4 terbesar untuk prevalensi diabetes melitus. Untuk itu, diperlukan penanganan yang tepat bagi penderita diabetes melitus tipe 2.


Di Indonesia, penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 2 mengacu kepada:

    1. Edukasi
    2. Terapi gizi medis
    3. Latihan jasmani Intervensi farmakologis.


Saat ini ada 4 macam Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yaitu:

    1. Pemicu sekresi insulin/insulin secretagogueSulfonylurea, danGlinid Penambah sensitifitas insulin: Metformin, Tiazolidindion
    2. Penghambat glukoneogenesis: Metformin
    3. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat Glukosidase alfa


“Pada bulan Oktober 2008 ini, PT Dexa Medica memasarkan Obat Hipoglikemik Oral yang baru yaitu: VILDAGLIPTIN ke seluruh Indonesia. VILDAGLIPTIN diproduksi oleh PT Novartis Indonesia," menurutDorothy Maria DharmaHead of Marketing & Sales Sinergi PT Dexa Medica, saat Media Edukasi Penatalaksanaan Diabetes – VILDAGLIPTIN:Terapi Baru Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2, yang diselenggarakan PT Dexa Medica pada Kamis 16 Oktober 2008, di Jakarta.


Terapi Baru Diabetes Melitus


Selasa, 21 Oktober, 2008 oleh: eman
Terapi Baru Diabetes Melitus
Gizi.net - JAKARTA -- Saat ini ada empat macam jenis Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang dapat membantu terapi penderita diabetes melitus tipe 2. Pertama, obat pemicu sekresi insulin seperti Sulfonylurea dan Glinid, obat penambah sensitifitas insulin seperti Metformin, Tiazolidindion.

Kemudian obat penghambat glukoneogenesis seperti Metformin dan obat penghambat absorpsi glukosa yaitu penghambat Glukosidase alfa.

Namun, terapi pengobatan diabetes meliteus tipe 2 yang telah tersedia dirasa kurang efikasinya. Kondisi itu disebabkan oleh berkembangnya penyakit tersebut. Sehingga dibutuhkan obat yang lebih efektif.

PT. Dexa Medica sebagai perusahaan pemasaran obat, akan meluncurkan obat sebagai terapi diabetes yang lebih efektif, yaitu Vildagliptin pada bulan oktober 2008.

Kepala Marketing dan Sales Sinergi Dexa Medica, Dorothy Maria Dharma menjelaskan, ada alasan kuat mengapa Dexa Medica memasarkan obat hipoglikemik oral yang diproduksi PT. Novartis ini ke seluruh Indonesia.

Dalam perkembangan diabetes melitus, terdapat dua proses patofisiologi primer yang berperan, yaitu berkurangnya respon jaringan tubuh terhadap insulin dan menurunnya fungi pankreas secara berkelanjutan, dimana hal ini disebabkan oleh tidak seimbangnnya pola sekresi insulin dan glukogon.

Pada orang yang sehat, hormon kunci untuk mengontrol glukosa darah adalah glukagon dan insulin, dimana dihasilkan pada sel alfa dan sel beta serta bekerja secara seimbang. Penderita diabetes mengalami kerusakan pada fungsi sel beta pamkreas dan Vildagliptin memperlihatkan kemampuan memperbaiki funsi sel beta.

Vildagliptin adalah 'Dipeptidyl peptidase-4 Inhibitor (DPP-4 Inh) yang berpotensi, selektif dan reversibel. Melalui mekanisme ity, vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi kontrol glukosa darah yang diinginka.

Vildagliptin memperbaiki sensitivitas sel alfa dan beta terhadap glukosa, karena menigkatnya glucose-dependent insulin secretion dan menurunkan sekresi glukagon.

Meskipun obat ini cukup mahal, yaitu Rp 4.700/tablet, namun obat ini memiliki efek Farmakologik yang maksimal. Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD-KEMD, yang menjadi salah satu pembicara pada acara media edukasi diabetes melitus tipe 2 di Jakarta, hari ini (16/10), mengatakan obat ini berfungsi menghemat fungsi sel beta penkreas, memperbaiki fungsi sel beta, merupakan satu-satunya jenis OAD yang juga bekerja terhadap sel alfa, meminimalisir interaksi obat dan efektif terhadap obat pengobatan diabetes yang sudah gagal dengan terapi lain.

Pada kesempatan yang sama Dorothy Maria Dharma menjelaskan rencana launching Vildagliptin. "Tanggal 18 Oktober nanti kami akan launching di enam kota besar secara serempak. Kota-kota tersebut antara lain Jakarta, Bandung, Semarang, Medan dan Palembang," paparnya. (cr1/ri)

Sumber: Republika Online -- Jumat, 17 Oktober 2008 -- Kesehatan » Info Sehat -- By Republika Contributor